Dimana Bagan ?

Myanmar adalah negara yang baru terbuka terhadap perubahan. Mereka sekarang banyak menerima turis asing dari berbagai negara. Harapannya tentu saja devisa dan pekerjaan bagi rakyatnya. Di Yangon, jalan layang pertama baru saja diresmikan. Fasilitas publik masih minim. Pesawat kami dari Yangon ke Bagan, penuh sesak. Sehari ada 3 kali penerbangan ke Bagan dari Yangon. Setidaknya ada beberpa maskapai pernerbangan lokal yang saya tahu. Air KBZ, Air Mandalay, dan Air Bagan. Pesawatnya baling-balindengan isi 70’an orang. Biaya satu kali penerbangan dari Yangon ke Bagan, dengan menggunakan Air KBZ sekitar 150 US dollar. Cukup mahal untuk ukuran flight lokal.

Lalu dimana Bagan itu ?

Biasanya jika mendengar kata-kata Bagan, kita akan merujuk ke kota Bagan Siapi-api di Sumatra Utara. Tetapi ini berbedaIni Bagan. Bagan adalah suatu kota kecil yang ada di Myanmar. Tepatnya sekitar perjalanan 1,5 jam menggunakan pesawat udara dari Yangon, Myanmar. Jadi kita melihat peta Myanmar, letak Bagan berada persis ditengah-tengahnya. Persisnya dinegara bagian Mandalay, district Nyang-U.

DSC07808

Negara bagian Mandalay memang terkenal dengan bangunan-bangunan kuno dan kompleks heritage’nya. Termasuk didalamnya kota Bagan sendiri.

Lantas apa yang menarik dari Bagan ?..

Kota atau daerah sangat terkenal dengan kompleks candi atau stupanya. Atau disebutnya ” Bagan Archaeological Zone”.  Cukup dengan membayar 15 Dollar/orang, kita bisa mengelilingi seluruh stupa dan candi yang ada di Bagan selama 5 hari. Tiket dapat langsung dibeli  di airport Bagan, airport Nyang-U.

Bisa dikatakan bahwa kota ini adalah kota seribu stupa. Meskipun sebenarnya menurut catatan UNESCO, ada kurang lebih 300’an candi disini. Dimana-mana anda akan menemukan stupa, kuil, pagoda, dan candi. Tak terhitung jumlahnya. Mulai dari kecilsetengah besarhingga yang paling besar. Dari yang berdiri sendirian hingga yang sampai kompleks. Dan jangan lupa, banyak stupa-stupa itu yang masih digunakan oleh masyarakat Bagan hingga kini. Jadi atmosfer ritual dan ibadah sangat kental. Hal ini yang saya jarang temukan dicandi-candi di Indonesia.

Saya maklum karena Indonesia adalah negara muslim, yang sudah lama meninggalkan praktek-praktek seperti ini. Kecuali memang para pemeluk Buddha. Myanmar adalah negara dengam mayoritas pemeluknya beragama Buddha. Jadi bisa dipahami jika Stupa dan candi-candi tersebut masih digunakan oleh para pemeluknya. Sifat kesakralan masih terjaga.

DSC09149

Bagi saya pribadi, dan keluarga, sangat menikmati perjalanan ini. Bagan kami seperti kembali ke mas lampau.

Fasilitas kota Bagan sendiri sebenarnya bisa dikatakan sangat minim. Tidak ada mall. Tidak ada ATM. Jadi sebaiknya uang anda bawa sejak dari Yangon, sebelum anda memasuki Bagan. Supermaket besar juga tidak ada. Jalan-jalan hanya beberapa jalur saja. BerdebuDingin tapi berdebu. Ya dingin jika malam atau pagi harinya. Tapi panas jika siang harinya. Memang unik.

Old Bagan dan New Bagan

Kota Bagan sesungguhnya terbagi dari 2 bagian. Bagan kota lama dan Bagan kota baru. Dulunya semua pemukiman berada didaerah kota lama dimana terdapat stupa-stupa tersebut. Tahun 90’an, mereka dipindahkan ke Bagan baru (New Bagan) untuk menjadi pemukiman baru. Perbedaannya sangat menonjol didua tempat ini. Bagan Baru adalah daerah baru, dengan banyak hotel. Tidak ramai daerahnya dikelilingi pemukiman. Bagan lama (Old Bagan) daerah dengan dikelilingi pusat pemerintahan dan beberapa stupa disekitarnya. Beberapa hotel dan pertokoan juga kita temukan didaerah ini.

Kami menginap didaerah Bagan Baru. Hotelnya namanya “Blue Bird”. Hotelnya sangat menarik. Hotelnya tidak dipinggir jalan besar. Masuk sedikit beberapa meter. Depan tertutup namun didalamnya cukup luas dan terbuka. Kamarnya tak banyak. Banyak tanaman dan pohon. Sangat kontras dengan kondisi Bagan yang berdebu dan kering. Apalagi ada kolam renang ditengahnya. Sangat mendinginkan.

DSC01106

Ada banyak stupa yang harus dikunjungi di Bagan. Sebaiknya anda menggunakan guide di Bagan sehingga anda tahu, stupa atau obyek mana yang harus dilihat karena sangking  banyaknya tidak mungkin akan anda kunjungi semua. Mungkin anda membutuhkan waktu kurang lebih beberapa bulan penuh untuk bisa mengunjungi semuanya.

Keliling Bagan

Kami berada di Bagan 3 hari, 2 malam. Jadi kami benar-benar menyusun schedule dengan sangat ketat.

Hari pertama datang, kami langsung dijemput oleh Thein Than. Kami sebelumnya memang sudah menghubungi Thein lewat email atas rekomendasi beberapa visitor yang puas atas pelayanannya. Sengaja kami hanya menggunakan jasanya hanya 2 hari saja. Hari ketiga kami merencanakan untuk berjalan berkeliling sendiri. Untuk 2 hari kunjungan plus mobil dan sopir, serta gasoline, kami dikenakan harga 175U$ atau sekitar Rp. 1.925.000,00. Awalnya kami pikir cukup mahal. Tapi memang ternyata dengan tarif seperti itu cukup berharga. Bagi kami yang membutuhkan kenyamannan, tanpa kemewahan, karena kami membawa anak-anak bersama kami. Guide yang berbahasa bisa inggris memang sangat jarang di Bagan.  Dan yang lebih menakjubkan, mobil yang kami gunakan adalah Toyota Alphard. Busyet !

Di Jakartapun sendiri kami jarang menggunakannya. Apalagi kami berempat, dengan 2 anak. Pilihan ini menurut kami sangat tepat. Thein sendiri sangat care. Ia pernah bekerja di Malaysia dan Singapore selama 10 tahun lebih sehingga bahasa inggrisnya cukup baik. Pengetahuannya tentang kebudayaan dan stupa di Bagan cukup luas. Tidak hanya masalah soal tempat kunjungan kami, tapi masalah politik dan masa depan Myanmar ke depan. Saya sangat merekomendasikan dia bagi anda yang membutuhkan.

Angkutan umum di Bagan sendiri sangat jarang. Apalagi taxi yang berargo. Jadi sistemnya adalah sewa.

Namun jangan kuatir, biasanya hotel menyediakan sepeda gratis. Atau kita bisa menyewa sepeda elektrik buatan China, seharga 8.000 Kyat perhari. Kyat adalah mata uang Myanmar. Satu dolllar kira-kira setara dengan 986.000 Kyat. Jadi kalau dirupiahkan 8.000 Kyat setara dengan Rp. 95.000,00. Untuk setengah hari biasanya dikenakan biaya 4.000 Kyat, seperti yang saya lakukan pagi-pagi benar untuk mengejar sunrise. Tapi benar-benar anda harus menyiapkan pantat anda. Lebih dari dua jam, dijamin pantat anda akan kepanasan karena tempat duduknya yang sempit kurang nyaman.

Setelah dijemput  di Airport, kami langsung ke tradisional market. Kami mendarat sekitaran jam 8’an pagi dari Yangon. Kami naik Air KBZ dari Yangon. Jadi cukup waktu untuk berkeliling dan makan siang dahulu, sebelum chek-in ke hotel.

Pasar lokal cukup menarik. Orang sudah ramaiPasar mirip pasar tradisional yang ada di Indonesia. Mereka  menjual sayuran, ikan, makanan pokok, kemudian pakaian. Mereka membaginya dalam beberapa bagian slot.Persis seperti yang ada di Indonesia.

DSC07694

Saya banyak menemukan hal yang menarik. Banyak buah-buahan lokal dijual disini. Rebung’nya sangat menarik. Rebung memang salah satu bagian pelengkap sayuran dalam masakan tradisional Myanmar, Kari Myanmar. Rempah-rempah juga banyak dijual disini. Layaknya rempah jadi, seperti dipasar di Sumatra, mereka juga menjuanya demikian. Banyak bumbu jadi yang dijual. Mulai bumbu cabe bubuk hingga bumbu kari. Kemudian beberapa sayuran yang sangat segar. Ketika saya tanyakan darimana sayuran itu ? mereka menjawabnya rata-rata mereka mendapatkannya dari daerah Inya Lake, daerah lebih utara. Daerah dataran tinggi yang subur dan dingin.

Saya banyak ambil foto disini.

Kami banyak mengunjungi banyak stupa yang ada di Bagan. Tidak semua stupa kami kunjungi. Hanya stupa yang mempunyai cerita dan sisi-sisi menarik saja yang kami kunjungi.

Ini termasuk stupa emas di pagoda Shewzigon  di Bagan uang dibangun pada tahun 1102 M. Pagosa ini dianggap yang paling dianggap penting karena terdapat relik suci bagi umat Buddha Myanmar. Kemudian kita bisa melihat  37 gambar dinding di ruang kecil. Lalu melihat lukisan dinding abad ke 13 yang menghiasi koridor di pagoda Gubyaukgyi, kuil gua dengan lukisan dinding yang halus tentang “Jataka Tales “. Kabarnya pagoda ini dibangun pada awal abad 13 sewaktu mas jaya-jayanya emporium Myanmar.

DSC08465

Perhentian berikutnya adalah pagoda Htilominlo,  yang merupakan candi yang katanya dibangun pada masa akhir-akhir kejayaaan Bagan pada tahun 1200’an.  Kemudian, sambil jalan kita bisa melewati Tharaba Gate alias pintu masuk ke kota tua Bagan.

Kemudian, jangan lupa anda mesti berkunjung  kuil Ananda.Kuil ini cukup menarik karena semuanya dicat putih. Kuil Ananda berbeda arsitektur’nya. Pengaruh arsitektur India sangat kental dicandi ini. Stupanya nampak berbeda dengan kuil dan candi yang lain. Melengkung dan mengkerucut diatas. Sangat mirip macam kuil yang ada di India. Kuil ini sangat ramai. Kuil menjadi pusat upacara dan perayaan “hari bulan purnama” yang dirayakan oleh masyarakat Bagan. Mereka datang dari penjuru desa dengan menggunakan kereta ditarik sapi, dan bermalam berhari-hari dekat dengan kuil Ananda. Kuil ini juga menjadi tempat beberapa biksu untuk berdoa, melantunkan nyanyian-nyanyian pujian dan doa.

DSC08414

Kuil Ananda juga menarik untuk diamari mural yang ada dibeberap dindingnya. Muralnya masih terjaga dengan baik.

Dikatakan oleh Thein bahwa kuil Ananda dibangun pada masa awal-awal dinasti Pagan yang ada di Bagan, mungkin sekitaran abad 1100’an. Kuil Ananda memiliki 4 patung Buddha warna keemasan disetiap sisi penjuru mata angin, dengan posisi tangannya yang berbeda. Menarik !

DSC08519

Kemudian kita juga bisa ke kuil  Thatbyinnyu dikenal sebagai kuil kemahatahuan dan berasal dari 1144 Masehi. Kuil yang cukup tinggi dengan tinggi sekitaran 60’an meter. Lalu kita ke  kuil terbesar Damayangyi, yang terkenal dengan struktur bangunannya yang unik mirip piramida. Candi ini dibangun  tahun 1170 Masehi.

DSC07790

Lalu tidak ketinggalan ke candi  Nanphaya. Candi ini sangat unik karena merupakan candi Hindu ditengah candi-candi dan stupa Buddha.  Sayang kalau dilewatkan. Dan hari itu kami akhiri dengan berkunjung ke candi  Shwensandow untuk melihat sunset di sepanjang sungai Ayeyeawaddy. Rasanya capek bisa terhilangkan hari itu..

Hari berikutnya, jadwal kami adalah ke Mount Popa, gunung Popa. Mount Popa sesungguhnya adalah kuil yang berada diatas bukit. Perjalanan dari Bagan ke mount Popa, kurang lebih membutuhkan waktu 3 jam perjalanan. Jaraknya tidak jauh, mungkin sekitar 50’an KM dari Bagan. Tentu saja hal itu diselingi kami berhenti didesa setempat, sambil melihat dan menikmati gula-gula nira. Gula nira sebenarnya hal yang lazim di Indonesia. Biasanya ada didaerah bagian timur Indonesia. Mereka tidak saja menggunakannya untuk gula, namun juga untuk minuman beralkohol. Bagi petani yang ada di Bagan, tanaman ini sangat membantu karena keadaan tanahnya yang kering. Apalagi pada bulan-bulan Januari, dimana kami berkunjung. Air sangat jarang dan sulit didapat. Jadi pohon seperti nira, inilah yang menjadi penghasilan tambahan sebelum mereka menanam kembali. Lagi pula banyak pula turis yang menikmatinya.

DSC09399

DSC09354

Pagoda di mount Popa sendiri sangat unik. Pagoda ini persis berdiri diatas bukit kapur, yang berdiri tegak. Untuk menaikinya, kita perlu menapak, yang konon jumlah ada 700’an tangga hingga sampai ke atas.  Yang menarik dari pagoda Mount Popa ini adalah ternyata didalamnya tidak ditemukannya patung Buddha, seperti biasanya yang saya temui di Bagan. Yang ada adalah rupa patung seseorang, berambut panjang, nampak tidak seperti Buddha. Disertai pula dengan banyak tempelan uang, disekitarnya. Rupanya pertanyaan saya terjawab. Pagoda atau kuil ini sesungguhnya adalah kuil pemujaan atas seseorang lokal yang dianggap penting. Istilah mitos atau cerita rakyat atas tokoh yang dianggap penting. Ini seperti keyakinan lokal yang berpadu dengan keyakinan Buddhaisme. Bahkan menurut Thein, kuil ini sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat pada musim-musim tertentu untuk “ngalap berkah” rejeki, terutama para penjudi. Pantas banyak uang yang menempel

DSC09374

Tak lupa pulang dari Mount Popa, kami berkunjung ke suatu desa yang ada dipinggir jalan. Tidak persis pinggir jalan. Kami jalan sebentar beberapa meter terlihat beberapa perkampungan. Kami berkunjung ke sekolah itu. Tepatnya sekolah dasar. Kelas, mereka hanya punya 2 kelas yang disatukannya. Jadi suaranya pasti ramai bersahutan. Satu kelas lagi belajar diluar, dihalaman sekolah. Mereka bersekolah tanpa seragam dan tanpa alas kaki. Sempat berbicara dengan seorang ibu guru. Mereka sangat terbuka dan baik. Menjawab pertanyaan kami dan menerima kami dengan baik. Saya jadi teringat dengan kondisi beberapa sekolah yang ada di Indonesia diperbatasam, dan tempat terpencil. Mestinya kita sangat beruntung dari mereka.

DSC09687

Landscape Bagan

Yang sangat menarik dari Bagan sesungguhnya adalah landscape kotanya yang dipenuhi oleh stupa dan candi. Sangat menarik jika dapat melihatnya pada waktu sunset dan sunrise. Untuk dapat memotret, mendapatkan landscape yang baik memang anda harus mencari tempat yang cukup tinggi. Untuk sunset ada banyak tempat. Anda bisa menanyakan ke beberapa orang yang ada di Bagan. Untuk sunrise saya menyarankan untuk pergi ke candi Dhammayangyi. Tempatnya tidak jauh dari kuil Ananda. Anda mesti menaiki tangga sekira mungkin ada 50’an meter ke atas. Dinginnya sangat menusuk, dan anda harus menyiapkan senter sendiri. Saya masih ingat, saya harus bangun pagi-pagi jam 4, dan segera bergegas mengendarai sepeda eletrik yang tidak dapat melaju kencang itu dikegelapan malam sambil mencari dimana candi itu. Tapi semuanya terbayar dengan pemandangan landscapenya yang menawan. Kapan lagi saya bisa ke Bagan dan menikmatinya.

DSC00063

DSC08398

Hari terakhir kami isi berempat dengan mengendarai sepeda elektrik berkeliling Bagan. Kami pergi ke museum national Bagan, menikmati sejarah Bagan. Gedungnya sangat megah dan kokoh. Mirip gedung pertunjukan menurut saya. Ada 4 lantai, dimana masing-masing lantai mempunyai ceritanya. Misalnya tentang sejarah alam dan fosil Bagan, lalu tampilan prasasti yang pernah ditemukan di Bagan, kemudian sejarah peradaban di Bagan, lalu sejarah dan cerita etnis yang ada di Myanmar, dan kemudian pameran seni lukis dan seni di Bagan dan Myanmar. Sangat menarik. Sayang kami tidak boleh memotret gambarnya.

Seni Mural & Restorasi

Bagi seorang arkeolog, pemerhati budaya seperti saya, kesempatan ini sangat langkah. Saya dapat belajar banyak dari kebudayaan mereka. Misalnya bagaimana jayanya peradaban mereka sejak sebelum masehi. Kemudian mengenal tulisan dan penguasaan wilayahnya yang sangat luas. Kesan saya, budaya mereka lebih menitikberatkan kepada  budaya komunal yang lebih menitikberatkan kepada ikatan sosial kelompok yang sangat tinggi. Seni mereka, baik seni  lukis dan performance serta musik, kesannya sangat komunal. Penampilannya banyak diarena-arena publik, seperti dipasar atau perayaaan publik. Mungkin ada yang bersifat kebangsawanan atau kerajaan, sayangnya itu sudah jauh hilang. Peradaban mereka meraih masa jayanya pada abad belasan, mungkin awal abad 12’an bersamaan dengan peradaban Khmer yang ada dikamboja. Ganti berganti dinasti, hingga penaklukan Mongolia kemudian kerajaan Inggris menyebabkan kebudayaan mereka nampaknya berbasiskan komunal.

DSC09968

Seni mural mereka juga sangat baik. Bernilai tinggi. Saya banyak menyaksikan lukisan mural mereka didinding airport atau bangunan-bangunan perkantoran. Mirip seperti yang ada di negara komunis lainnya. Mereka banyak menggambarkan perjalanan Buddha, atau cerita Buddha didinding-dinding kuil dan pagoda. Namun sayangnya model mural seperti ini sangat sulit untuk diproteksi karena sangat rapuh terhadap cuaca dan iklim. Belum lagi terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh manusia. Beberapa bagian dari mural, saya lihat sepertinya pernah dicongkel oleh manusia.

Upaya restorasinya menurut saya sangat terbatas. Saya dengar dari Thien, upaya restorasi sebenarnya dilakukan oleh pemerintahan militer Myanmar pada tahun 90’a. Upaya yang mereka lakukan rupanya tidak berdasarkan hasil kajian arkeologi dan kaidah restorasi arkeologi sehingga banyak menambahkan hal baru, yang semestinya tidak diperbolehkan dalam prinsip pemugaran.

Saya melihat mereka banyak menambahkan hal baru, seperti menambahkan patung Buddha yang telah hilang, atau memasang kembali bagian dari patung Buddha yang telah hilang. Bahkan mengecat kembali menjadi warna emas. Dalam suatu bagian pagoda, saya melihat mereka juga melakukan penyemennan, penambahan lantai keramik yang bagus. Memang sangat baik untuk mendukung upaya ritual dan penyembahyangan. Beberapa donatur, menempelkan prasasti ditubuh candi bahwa mereka telah membantu restorasi candi tersebut. sesuatu yang lazim dilakukan dipagoda yang saya lihat di Thailand dan di Kamboja, tetapi tidak pagoda heritage, yang usianya ratusan tahun. Namun meskipun begitu tetap dari sisi prinsip restorasi amatlah disayangkan.

Saya jadi memahami mengapa sampai saat ini UNESCO belum memasukan Bagan sebagai World Heritage Site. Sampai saat ini, saya membaca bahwa Bagan Archaeological Zone masih dalam daftar tentative list UNESCO. Mereka mengajukannya pada tahun 1996.  Masih butuh proses yang panjang lagi.

Makan

Hari pertama kami menyempatkan ke sebuah restoran.  Cukup menarik jenis makanannya. Rata-rata adalah makanan berkari.  Biasanya mereka padu dengan daging sapi atau ikan. Atau bahkan kari sayurana macam kentang atau terong. Menarik rasanya.

DSC00677

Siang hari itu, kami menutup kunjungan ke Mount Popa dengan makan siang di Mount Popa resort hotel. Tak jauh dari kuil Mount Popa. Resort ini kata Thein milik pemerintah Myanmar, department of foresty. Terletak dihutan kawasan konservasi gunung Popa. Restorannya berada ditempat terbuka, dan langsung memandang ke arah pemandangan Mount Popa. Berada dipinggiran lereng hutan, dan hijau dipinggirnya. Seperti kita berada diatas pohon-pohon yang hijau.

Jadi silahkan ke Bagan..

Catatan:

Kontak Thein Tan = tthanbnyu@gmail.com

Hotel Blue Bird, Bagan = hotelbluebirdbagan@gmail.com