Stuart Hall

dalam Culture, Globalization and The World-System: Contempory Conditions for The Representation of Identity edited by Anthony D. King. Houdmills, Basingstoke, hampshire and London: MacMillan Education Ltd, 1991.

Meskipun tulisan ini tergolong lawas, namun menurut saya tulisan Hall ini adalah salah satu tulisan yang terbaik berkenaan bagaimana kita mendefinisikan identitas dalam masa-masa kontemporer, dimana batas-batas golongan dan masyarakat begitu tipisnya. Dalam artikel ini, sebenarnya Hall ingin membuka atau menjawab pertanyaan berkaitan dengan locus lokal dan global, dimana keduanya biasanya dilihat dalam konteks yang selalu untuk dikontraskan sebagai formulasi yang kontradiktif dan dalam 2 ruang yg berbeda sama sekali. Berkebalikan dengan premis itu, Hall melihat antara lokal dan global sebenarnya bukanlah 2 entitas yg perlu dikontraskan atau bersebarangan, terkecuali apabila kita berbicara dalam domain politik. Menurut Hall identitas terbentuk dari proses dialektika antara 2 entitas tersebut, lokal dan global.

Apabila berbicara tentang identitas kita tidak bisa lari dari isu-isu teoritis yg memutarinya. Pertanyaan-pertanyaan identitas yg bersifat teoritis berkaitan erat dengan keadaan kultural politik kontemporer karena sebagai identitas ia dibangun dari kerangka konseptual teoritik yang tidak lepas dari  implikasi atau konsekuensi praktikal perkembangan dunia kultural politik. Kemudian ini juga berkaitan dengan logika lama identitas yang sangatlah familiar, wacana filosofikal dan psikologikal, bahwa  konsep identitas merupakan bentuk lama dari subyek Cartesian yang dilihat sebagai dasar suatu dari tindakan. Sedangkan sebagai wacana psikologikal, identitas dilihat sebagai suatu gagasan yang berkesinambungan,  sarana untuk pencukupan diri, pembangunan, dan inner dialektika dari diri. Namun pada kenyataannya pada dekade kontemporer menurut Hall logika dari identitas adalah tidak lepas dari jangkauan keseluruhan politikal, wacana teorikal dan konseptual yang saling terkait.

Hall juga berbicara tentang identitas sosial kolektif yang dibentuk dan distabilkan oleh banyak faktor, yaitu yang terutama adalah suatu proses historikal yang panjang dimana ia merupakan suatu produk dari dunia modern,  sebagai teori dan konseptualisasi yg diacu sebagai bentuk refleksi diri. Hall mencontohkanya bagaimana identitas kolektif ini distabilkan oleh industrialisasi, kapitalism, urbanisasai, oleh formasi dari pasar dunia, olehdunia sosial dan sexual divion labour, oleh pemberian tanda-tanda dari masyarakat sipil dan sosial yg ada dalam kepentingan publik dan privat, oleh dominasi negara-bangsa, dan oleh identifikasi antara westernisasi dan gagasan ttg modernitas itu sendiri.

Identitas bagi Hall juga bukan merupakan suatu proses “jadi”, ia tidak pernah komplit atau sempurna, atau tidak pernah akan berakhir. Identitas adalah selalu dalam proses formasi. Identitas berarti proses identifikasi dimana struktur dari identifikasi itu sendiri selalu dikonstruksikan melalui ambivalensi. Seperti antara “us” dan “other”, atau “kita” dan “mereka”. “Other” juga ada dalam diri kita, dalam artian  bahwa other juga merupakan bagian proses identifikasi identitas kita sendiri. Karena kita melihat other dalam pandangan diri kita. Diri kita juga dilihat dalam pandangan dari other. Dan gagasan ini dimana memilah batas, antara outside dan inside, antara yang punya dan yang tidak punya dsb.

Hall juga menyatakan bahwa masyarakat kadang akan menolak identitas dan identifikasi didalam mayoritas karena ia akan berusaha untuk mencari sesuatu yang mengakar dan dapat dijadikan sandaran oleh masyarakat itu.  Suatu kelompok masyarakat pastinya akan membutuhkan suatu sandaran yang tetap akan identitasnya. Karena itu masyarakat tersebut harus mencari sesuatu yang bisa dijadikan sandaran, seperti misalnya lokasi/tanah, tempat, posisi dimana mereka dapat berdiri. Moment ini disebut oleh Hall sebagai suatu proses rediscovery atau pencarian untuk akarnya. Mereka tidak hanya mencari tempat tapi juga bahasa yg terasa asli, juga memunculkan sejarah yang hampir hilang. Bahkan cerita yang belum pernah ditampilkan akan lalu ditampilkan ke publik. Atau disebut sbg re-identifikasi, re-teritorialisasi, re-identifikasi.

Hall melihat juga bahwa universalitas sebagai suatu fenomena global identitas yang dibangun oleh komunitas global dimana didalamnya tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan kapitalis untuk menguasainya demi tujuannya. Ada beberapa faktor yg disebutkan yaitu

1. dominasi negara bangsa

2. modernitas

3. industrialisasi, kapitalism dan urbanisasai yg dibentuk oleh formasi pasar dunia,

4. dunia sosial dan sexual dunia kerja (gender)

5. pemberian tanda-tanda dari masyarakat sipil dan sosial yg ada dalam kepentingan publik dan privat,

Pada akhirnya, point penting dalam artikel Hall adalah bahwa ia  tidak melakukan pembedaan antara global dan lokal karena selalu ada interpretasi yang berbeda diantara keduanya. Ia lebih condong untuk melihat dalam ranah manakah pertarungan identitas tersebut mungkin terbangun. Atau pada level mana pertarungan terjadi sebagai suatu bentuk counter politik atas tekanan-tekanan yang diterimanya. Alhasil ketika pada level mana seorang aktor dapat memungkinkan ia dapat memenangkan pertarungannya. Dialektika kesinambungan antara lokal dan global sama pentingnya seperti berbicara antara inside dan outside atau self dan other. Karena kita tdk bisa berbicara self tanpa kita menyinggung other sbg lawan/counter self, sehingga sebenarnya other sendiri sebagai bagian dr self itu sendiri. Demikian pula dgn lokal dan global. Identitas dibangun atas dasar dialektika antara pengkontruksian identitas lokal dan global.