Oleh Adi Prasetijo

Sumber:  Disadur & diolah dari Control and Ideology in Organizations,  dalam Buku  “Organization Theory. Modern, Symbolic, and Postmodern Prespectives”, Mary Jo Hatch, 2006

Dalam tulisan ini dibahas tentang aspek kontrol dalam organisasi dan teori-teori modern yang membahasnya. Dalam periode klasik, Fayol melihat bahwa kontrol adalah salah satu fungsi dari manager, selain dari fungsi yang lain yaitu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staff, dan kepemimpinan. Pada saat ini, kontrol organisasi (organizational control) merupakan bagian penting dari keuangan, akuntasi, dan sistem manajemen informasi yang dianggap sebagai  teori organisasi. Di dalam teori organisasi modern, kontrol organisasi diartikan sebagai suatu mekanisme dari implementasi suatu strategi. Pandangan seperti ini dikritik oleh kalangan Post-modernist sebagai alat legitimasi yang mengaburkan pengaruh-pengaruh dari kekuatan managerial dan politik. Adalah  mungkin untuk memikirkan bahwa kontrol dianggap sebagai salah satu fungsi dari kultur organisasi, meskipun pandangan modernist ini ditentang oleh interpretif-simbol (symbolic-interpretivism). Prespektif kontrol dipertanyakan lebih jauh oleh kritik dari kontrol sebagai ideologi, posisi yang diklarifikasikan oleh pertimbangan dari hubungan antara kontrol dan otonomi di dalam tipe organisasi yang berbeda.

Teori Kontrol Modern

Sosiolog Amerika, Arnold Tannenbaum merangkum pandangan kalangan modern tentang kontrol organisasi dengan pernyataaan :

Organisasi adalah kontrol. Sebuah organisasi sosial adalah pengaturan terhadap interaksi individu manusia.  Proses kontrol membantu tingkah laku manusia tetap fokus dan menjaganya agar tetap sesuai dengan rencana dari organisasi. Organisasi membutuhkan sejumlah penyesuaian khusus  sebagai integrasi dari aktivitas-aktivitas yang berbeda. Ini adalah fungsi kontrol untuk membawa penyesuaian terhadap tuntutan organisasi dan pencapaian dari tujuan tertentu organisasi. Koordinasi dan pengaturan tercipta dari kepentingan yang berbeda dan tingkah laku potensial yang terdifusi oleh anggota  adalah bagian besar dari fungsi kontrol”

ProductImage-7497521Ahli teori kontrol modern berangkat dari asumsi bahwa perbedaan individu mempunyai alasan yang berbeda untuk berpartipasi di dalam organisasi.  Sehingga, organisasi  berhadapan dengan permasalahan bahwa kepentingan yang berbeda  tidak  akan mencampuri strategi dan tujuan organisasi.   Hal ini menyediakan pandangan rasional untuk kontrol, karena organisasi di disusun dari individu-individu dengan kepentingan yang berbeda, manajer harus dapat menggunakan kontrol. Teori kontrol modern fokus kepada mekanisme untuk mengkontrol perilaku agar kepentingan diri sendiri dapat diminimalkan dan kepentingan kepada organisasi dapat dikembangkan oleh aktivitas-aktivitas di dalam dan dilaksanakan atas nama organisasi. Konsep kontrol ini dapat diaplikasikan kepada individu, unit, atau organisasi dan dapat diaplikasikan kepada ketiganya.

Ada tiga teori kontrol modern yang dibahas dalam tulisan ini.

  1. Model Kontrol Sibernetika (The Cybernetic Model of Control ) yaitu teori yang melihat pelaksanaan evalusi dan feed back (tanggapan).
  2. Teori Agensi (Agency Theory), yang memfokuskan kepada hubungan antara pemilik (principal) dan manajer (agen)
  3. Teori pasar, birokrasi, dan klan (Theory contrast markets, bureaucracies, and clans) adalah teori perbandingan pasar, birokrasi, dan klan sebagai bentuk kontrol organisasi.

Mari kita bahas satu per-satu..

1. Model Kontrol Sibernetika

Sistem sibernetika menawarkan bentuk model yang dinamik sebagai proses kontrol. Dalam sibernetika,  aliran dari sistem dibandingkan dengan  keinginan dan perbedaan antara dua pemicu penyesuaian diri. Seperti contoh thermostat. Thermostat didesain untuk mengenali perbedaan suhu antara temperatur dalam ruang dengan temperatur yang telah distandardkan. Kemudian bereaksi dengan memanaskan atau mendinginkan unit atau bahkan mematikannya, tergantung dari petunjuk dari perbedaan itu. Sejalan dengan perubahan sibernetika, proses kontrol organisasi seperti thermostat, didesain untuk mengenali perbedaan antara aliran (current) dan keinginan dari level pelaksanaan (performance) dan untuk memicu penyesuaian diri ketika perbedaan dinyatakan.

Didalam strategi model, lingkungan memberikan peranan yang cukup besar kepada strategi dalam pemformulasiannya. Tujuan (Goal), dimana berhubungan dengan strategi, dialirkan menembus batas level hirarki dalam organisasi hingga ke semua anggota organisasi sampai anggota organisasi mengerti akan keterlibatannya dalam  rencana strategi secara keseluruhan. Dalam level tujuan individu, yang telah ditentukan dalam tujuan level unit dan kemudian dalam level organisasi, disusun ke dalam gerakan sebagai aktivitas yang akan menghasilkan output yang diinginkan organisasi. Tentu saja ini diasumsikan bahwa strategi dan tujuan harus sudah dimengerti dan dikomunikasikan organisasi kepada anggotanya dengan baik.

Pernyataan bahwa strategi dan tujuan hanya menjalankan maksud organisasi dalam petunjuk yang khusus. Ini adalah tindakan yang terjadi pada organisasi yang akan mengimplementasikan dan merealisasikan strategi. Sehingga, strategi tergantung pada tindakan anggota organisasi dalam menghasilkan tujuan yang srategis (sebagai kebalikan untuk mencapai kepentingan sendiri). Untuk membantu menjamin tindakan ini, manajer menyusun sistem kontrol  untuk mengawasi dan membuat penyesuaian sejalan dengan  perealisasian strategi mereka. Sistem kontrol organisasi dalam cara pandang seperti ini, berfungsi sebagai mata jala/jaring dalam rangkaian sistem tujuan organisasi untuk mendukung dan mendorong semangat individu dan unit untuk bergerak ke tujuan yang telah ditetapkan oleh strategi.

Dalam membangun model Sibernetika ini, kita harus memperhatikan pada hubungan antara tujuan (goal) dan tindakan (action). Sangat diperlukan untuk mempersiapkan target atau standard perilaku yang dapat diterima perilaku (acceptable behavior) dalam hubungannya untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Kemudian hal ini diikuti oleh pengukuran dan pengawasan kepada target dan standard yang telah dicapai, dan kemudian memberikan feed back.  Feed back ini berdasarkan kepada perbandingan antara tindakan aktual dan standard yang diberlakukan, juga ketika terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam prosesnya.

Karena sistem ini didesain untuk membawa aktivitas tugas (task activity) kedalam penyesuian tujuan organisasi, maka fokus pelaksanaan evaluasi dan sistem feed back  berdasarkan pada rangkaian tugas kerja/work task yang menuntut dua hal.

  1. Pemahaman terhadap teknologi yang digunakan oleh orang yang akan menjadi subyek sistem kontrol.
  2. Tujuan organisasi yang spesifik/terarah terhadap tugas yang akan dikontrol.

Setelah tujuan dan tugas kerja dapat didefinisikan, target dan standard dapat dibangun untuk membangkitkan aktivitas dalam merealisasikan tujuan. Ada dua cara untuk menyesuaikan antara target/standard dengan tujuan/goal, yaitu dengan menggunakan kontrol output (Output Control) dan kontrol perilaku (Behavioral Control).

  1. Kontrol  Output . Kontrol  Output (hasil keluaran)  fokus kepada hasil dari aktivitas kerja dan tergantung juga dari pengukuran hasil yang telah dicapai. Kontrol output ini dapat dibangun, baik dalam level tugas individu maupun dalam level tugas group-kerja. Output yang dihasilkan haruslah terindentifikasikan oleh individu untuk level individu dan oleh group jika untuk level group. Kualitas juga menjadi fokus dari kontrol output ini. Sistem harga rata-rata  perpotong  adalah salah satu contoh dari kontrol output individu. Dalam sistem harga rata-rata perpotong, pekerja akan dibayar  berdasarkan jumlah produk yang dihasilkannya dalam periode waktu tertentu. Untuk menjaga kualitasnya, maka dihitung pula jumlah produk yang dianggap mengalami kerusakan (reject).
  2. Kontrol Perilaku (Behavioral Control). Ketika output yang dihasilkan tidak mudah untuk diukur tingkat keberhasilannya (seperti kegiatan pengajaran dan pelayanan pelanggan) maka kontrol perilaku menjadi sesuatu pegangan yang dapat digunakan.  Kontrol perilaku ini berdasarkan pengetahuan untuk mengetahui perilaku yang dihasilkan dari tingkat  pelaksanaan yang diinginkan. Seperti contohnya dalam proses pengajaran. Dalam pengevaluasiannya, proses pengajaran menggunakan bagaimana seseorang mendemonstrasikan pengetahuannya dan keantusiasan sebagai indikator. Dalam kasus pengajaran, ukuran yang bersifat perilaku dapat dibangun dengan menggunakan form evalusi murid, pendokumentasian persetujuan dan komplain dari guru khusus, dan evaluasi yang dilakukan oleh teman sesama guru. Untuk kasus peneliti sebagai contoh, CV peneliti berisi tentang perekaman semua bakat  yang dipunyai, seperti paper yang telah dipublikasikan atau hak paten yang diterima.

Penyimpangan/deviasi antara standard dan pelaksanaan (performance) dapat diperbaiki oleh sejumlah tindakan. Antara lain:

  1. Tujuan atau ukuran yang disesuaikan, jika ini ditetapkan bahwa perbedaan adalah hasil dari kesalahan sistem kontrol.
  2. Tindakan  kedua adalah individu atau group dapat merubah pekerjaan mereka dengan merubah perilaku atau level outputnya.
  3. Tindakan ketiga, pekerja dapat diganti jika ini ditetapkan bahwa mereka tidak berfungsi sesuai dengan tuntutan sistem.

Ada sejumlah masalah yang merusak desain dan implementasi dari pelaksanaan sistem evaluasi.

  1. Ambiguitas/sikap ragu-ragu. Ambiguitas menyebabkan beberapa aktivitas organisasi kesulitan untuk menggunakan ukuran perilaku atau ukuran output.  Kreatifitas dan inovasi sebagai contohnya. Disini output sulit untuk diukur karena mengenali solusi kreatif atau inovasi, ide, atau desain membutuhkan waktu yang lama. Perilaku juga sama beratnya untuk diketahui definisinya karena definisi dari perubahan definisi yang pantas/tepat dari masing-masing pelanggan, produk, masalah atau situasi yang baru. Dalam kasus dimana output sulit untuk didefinisikan dan dimana ambiguitas juga terjadi pada pengkontrolan perilaku yang semestinya, ketidakpastian dapat digunakan manager sebagai sistem kontrol yang tidak lazim. Ketidakpastian tidak dapat  digunakan untuk mengkontrol output dan perilaku, tetapi secara ironis dapat menunjukkan bahwa  keinginan yang kuat dapat menjadi kontrol.  Seperti misalnya dalam penelitian dan laboratorium pembangunan. Semua orang secara umum mengakui bawa menghabiskan waktu  didalam laboratorium tidaklah lebih penting daripada hal-hal yang tidak teramati (non-observables) seperti inspirasi  atau kreatifitas. Walaupun demikian, waktu kerja di laboratorium mungkin digunakan untuk  mengevalusi  pekerjaan, karena ini hanyalah ukuran tujuan yang ada.
  2. Tendensi mereka untuk bereaksi secara negatif terutama dari orang-orang yang menjadi subyek untuk mengontrol. Ada kecenderungan, misalnya untuk mencari cara untuk memuaskan tuntutan dari sistem tanpa memuaskan maksudnya. Subyek dari kontrol dapat sampai pada keadaan ini  dengan memfokuskan hanya pada apa yang diukurkan dan mengabaikan tujuan yang digariskan oleh sistem ukuran. Tidak ada penyusunan pengukuran yang dapat menangkap semua aspek dari strategi  dan tujuan sama baiknya, dan jika langkah pengukuran menjadi fokus dari aktivitas, maka aspek lain dari pelaksanaan akan terabaikan. Masalah ini disebut tujuan yang salah tempat (goal displacement). Sebagai siswa, anda mungkin punya pengalaman goal displacement sebagai dilema yang terjadi ketika nilai angka menjadi begitu penting dari pada apa  yang anda pelajari. Ini disebut sebagai goal displacement karena tujuan kedua mendapatkan angka yang tinggi menjadi tujuan utama menggantikan tujuan dari belajar.

Ada beberapa strategi untuk menyerang kontrol (evading kontrol) dalam organisasi. Diantaranya adalah :

  1. Perilaku birokrasi yang kaku, Perilaku birokrasi yang kaku mengambil dari bentuk pengikutan tindakan pengukuran  daripada tujuan atau pengaplikasian aturan, dengan begitu ketatnya sehingga sistem tidak berfungsi. Kerja yang lambat berdasarkan atas ketaatan yang kaku untuk menyamakan prosedur operasi sebagai contoh dari aturan yang berlaku kaku.
  2. Manajemen kesan (impression management), Manajemen kesan menyangkut berpenampilan yang baik daripada menjadi baik dan menjadi masalah ketika terjadi kontrol perilaku yang ambiguitas. Meskipun perbedaan antara berpenampilan yang baik dan pelaksanaan berada atau diatas standard biasanya akan muncul melebihi waktu, dalam jangka pendek akan membuat perasaan ketidakadilan yang mengurangi kepercayaan dan penghormatan kepada sistem kontrol. Ini mungkin terjadi, misalnya ketika manager menghargai pekerja yang berpenampilan dengan baik dari pada pekerja yang secara konsisten melakukan pekerjaannya lebih baik.
  3. Berbuat curang (cheating). Pemalsuan perekaman dan pelaporan data yang invalid adalah contoh dari cheating.

Kontrol level unit secara umum bergantung pada terjemahan dari tujuan unit kedalam target keuangan, anggaran belanja (budget) untuk menentukan jumlah dari sumber input unit yang akan disesuaikan kepada pelaksanaan kerja organisasi. Anggaran belanja membuat manajer mengetahui  sumber apa yang sesuai agar dapat  sesuai dengan tujuan yang ditetapkan selama periode waktu yang diberikan. Pelaksanaan selama periode anggaran belanja diawasi oleh perbandingan aktual terhadap pengeluaran yang dianggarkan. Dibanyak organisasi, laporan statistik dibuat untuk pelaksanaan dari unit yang spesifik dan digunakan untuk mendukung feed back dari informasi ini kepada unit. Kemudian orang menggunakan ini untuk penyesuaian diri. Laporan fokus kepada informasi seperti volume ouput, data kualitas kontrol, dan hasil unit lain

Ada dua tipe informasi yang sesuai sebagai feed back dalam level organisasi sebagai sistem kontrol. Antara lain adalah:

  1. Informasi dari level kontrol organisasi yang dihasilkan oleh proses evaluasi secara terus-menerus di level unit dan level individu. Penilaian kumulatif dari pelaksanaan individu dan level unit digunakan untuk bentuk keputusan tentang bagaimana sebaiknya organisasi berlaku dan di wilayah apa hal ini dapat diimprovisiakan.  Ini adalah tipe dari pelaporan yang  tipikalnya terbentuk pada fokus dari sistem akuntasi organisasi.
  2. Tipe informasi dari level kontrol organisasi yang datang dari lingkungan. Misalnya, jika organisasi sebagai perusahaan yang diperdagangkan secara publik, maka perusahaan itu membagi harga yang akan merefleksikan opini lingkungan organisasi. Jika operasi organisasi di pasar yang kompetitif, maka pembagian pasar dapat menjadi pengukuran lain dari pelaksanaan.

Semua level dari feed back (individual/group, unit dan organisasi) berkontribusi kepada sistem kontrol yang mencapai semua area di dalam organisasi dan mendukung untuk mempersatukannya dalam pelaksanaannya kepada strategi organisasi.

 

2. Teori Agensi

Didalam teori agensi, masalah kontrol untuk organisasi terlihat dari pandangan pemilik (investor) dan stakeholder external (seperti penanggung asuransi, kreditor, dan investor yang potensial). Perhatian utama dari teori ini fokus kepada hubungan antara pemilik (disebut principal) dan manager (disebut agen).  Manager disebut agen untuk mengindikasikan bahwa mereka seharusnya bertindak dalam kepentingan principal daripada kepentingan mereka sendiri, sewaktu mereka membuat keputusan dalam kepentingan principal. Masalah agensi melibatkan risiko ketika agen  akan menjalankan kepentingan mereka sendiri ketimbang kepentingan principal. Teori ini fokus kepada cara dari pengkontrolan perilaku agen untuk menjamin bahwa kepentingan dari principal adalah dilindungi. Meskipun teori agen menjelaskan masalah agensi di term dari hubungan antara pemilik sebuah perusahaan dan manager yang mereka sewa untuk bertindak dalam kepentingan mereka, teori ini dapat digeneralisasikan kepada hubungan antara level management yang lebih rendah dan subordinatnya.

Di teori agensi, masalah kepentingan yang bercabang dialamatkan dengan kontrol yang dituliskan untuk membawa kepentingan agen ke dalam posisi yang sejajar  dengan kepentingan principal mereka. Kontrol secara spesifik merupakan ukuran dan  janji penghargaan, seperi agen akan menjalankan kepentingan principal ketika mereka memenuhi permintaan dari kontrak. Hal ini diselesaikan oleh penawaran penghargaan ketika agen menemukan keinginan yang tercapai, dan mendasarkan penghargaan pada pelaksanaan aktivitas yang menjalankan kepentingan principal. Sehingga masalah dari kepentingan yang bercabang antara principal dan agen diambil alih oleh kontrak, dimana principal mendelegasikannya kepada agen mereka untuk harga yang disetujui.

Principal mengkontrak agen untuk bertindak demi kepentingan mereka karena mereka tidak dapat atau tidak mau hadir secara kontinyu untuk melindungi kepentingannya. Bagaimanapun juga, karena ketidakhadiran principal maka akan terbuka kesempatan terhadap “opportunism” yang dilakukan oleh agen, ketika mereka tidak melaksanakan tugasnya  secara bertanggungjawab. Dengan kata lain, teori agensi berasumsi bahwa agen tidak dapat selalu tergantung pada pelaksanaan yang telah disetujui, mereka mungkin akan berbuat lalai (contoh: menghindari tugas mereka, kerja, tanggung jawab). Dalam teori agensi, dilemma ini dijelaskan pada term  informasi.

Kemampuan principal untuk mengetahui apakah agen melakukan kelalaian tergantung dari informasi yang didapatkannya. Informasi yang lengkap berarti bahwa principal tahu apakah agen mereka melaksanakan perencanaan yang terperinci terhadap kontrak atau tidak. Observasi langsung, jika memungkinkan, mendukung informasi yang lengkap, tetapi membutuhkan lebih banyak waktu yang mungkin principal dapat  mengerjakannya sendiri. Lebih lanjut, observasi langsung kemungkinan tidak dapat dilakukan, semenjak manajemen melibatkan aspek-aspek yang tidak  dapat teramati (non-observables).  Rata-rata informasi yang tidak lengkap ini membuat agen mau atau tidak mau akan tertangkap kelalaian, sehingga mereka akan berhadapan dengan godaan  untuk berbuat lalai. Jika informasi yang tidak lengkap ini terjadi, maka resiko principal untuk mendapatkan keuntungan. Kathleen Eisenhardt (seorang ahli teori organisasi Amerika) menjelaskan dua pilihan (option) principal jika berhadapan dengan ketidaklengkapan informasi:

Principal dapat membeli informasi tentang perilaku agen dan memberikan penghargaan terhadap perilakunya. Kebutuhan akan pembelian termasuk dalam mekanisme pengawasan seperti pengeluaran pengukuran akuntasi, sistem anggaran, dan susunan tambahan dari manajemen. Alternatifnya, principal dapat menghargai agen berdasarkan hasil/outcomes (misalnya keuntungan). Hasil digunakan sebagai tindakan pengukuran pengganti untuk perilaku. Bagaimanapun juga, dalam pilihan ini, agen dapat dinilai buruk atau diberi penghargaan untuk hasil-hasil yang sebagian berada diluar kontrolnya. Dengan lain kata, hasil yang baik dapat tercapai meskipun dengan usaha yang rendah dan hasil yang rendah dapat terjadi meskipun dengan usaha yang baik. Selama skema ini bekerja membangkitkan usaha yang dilakukan agen, ini berlaku juga kepada harga  tentang  perubahan resiko dari perusahaan kepada agen.

Dari prespektif teori agensi, issu apakah memilih kontrol perilaku ataukah kontrol hasil  adalah pertanyaan dari harga yang diassosiasikan dengan pengumpulan informasi yang dibutuhkan  untuk meminimalkan kesempatan bahwa agen akan berbuat lalai. Kebutuhan kontrol perilaku akan informasi dapat dengan menggunakan susunan yang ditambahkan dalam manajemen untuk melakukan pengawasan aktivitas, atau melakukan pengembangan sistem informasi seperti pengeluaran keuangan, anggaran belanja, dan pelaporan formal. Jika teknologi tidak dijalankan dengan rutin, manajemen dan sistem informasi lebih sulit untuk mengembangkannya dan lebih butuh banyak pengeluaran untuk menggunakannya. Lebih lanjut, semakin banyak susunan dari manajemen yang ditambahkan, akan berpotensi untuk meningkatan kelalaian. Ketika kontrol perilaku kurang mungkin dilakukan, kontrol output menjadi lebih atraktif/menarik. Kontrol output paling sedikit pengeluarannya dimana output dapat diukur dengan mudah, bagaimanapun juga jika output  sulit untuk diukur (misalnya moral dan kualitas adalah sama pentingnya dengan kualitas produksi), kontrol output menjadi kurang menarik. Output dapat juga menjadi masalah jika organisasi berhadapan dengan masa depan yang tidak pasti.

Ketika agen berasumsi akan sejumlah resiko maka digunakanlah kontrol hasil (outcome control). Hal ini karena hasil adalah fungsi dari tindakan pekerja dan kondisi dimana lingkungan dan ketidakpastian diassosiasikan dengan teknologi. Misalnya, aksi pesaing menentang regulasi pemerintah, cuaca buruk, kemantapan kesempatan (chance even) seperti tidak dapat di duganya kegagalan mesin yang membiarkan hasil menjadi rendah. Hal tersebut adalah diluar kontrol dari pekerja yang mendapatkan penghargaan berdasarkan hasil organisasi. Karena pemberian penghargaan berdasarkan hasil,  maka para pekerja berasumsi resiko yang dihubungkan dengan lingkungan dan teknologi, sejajar dengan resiko yang diassosiasikan dengan level pekerjaan mereka. Dengan kata lain, agen hanya menentukan sebagian hasil dari organisasi mereka, teknologi dan lingkungan juga turut bertanggungjawab. Sejak kontrol hasil memegang tanggung jawab agen untuk keadaan yang tidak terduga, tindakan pengukuran hasil menekan mereka untuk berasumsi beberapa dari resiko yang dihubungkan dengan kerja mereka. Dalam keadaan ini, agen mungkin membutuhkan harga untuk mengganti kerugian mereka dengan melakukan pembagian resiko bersama principal.

Eisenhardt mengusulkan bahwa ada variasi dari strategi kontrol yang sesuai untuk organisasi.

  1. Pertama adalah mendesain strategi yang sederhana, dengan mencipatakan kerja yang rutin sehingga membuat perilaku dapat diobservasi dan untuk memberikan penghargaan berdasarkan perilaku.
  2. Mendesain strategi yang lebih kompleks, menciptakan kerja yang menarik dan investasi di sistem informasi (sistem anggaran belanja, audit dll), berguna  agar agen memperoleh pengetahuan tentang perilaku dan memberikan penghargaan berdasarkan perilaku itu.
  3. Mendesain strategi lebih kompleks lagi, menciptakan pekerjaan yang menarik, tetapi menggunakan skema evaluasi yang lebih mudah (misalnya keuntungan, penghasilan) dan memberikan penghargaan berdasarkan hasil dari evaluasi.
  4. Menjauhi tekanan pada evaluasi pelaksanaan dan fokus kepada penghapusan kepentingan yang semula meningkatkan kebutuhan akan evaluasi, melalui penggunaan seleksi, training, dan sosialisasi.

3. Teori Pasar, Birokrasi, dan Klan

Seperti para ahli teori organisasi modern lainnya, Ouchi mendefinisikan masalah dari kontrol sebagai masalah pencapaian kerjasama antara individu yang bersikap memihak pada tujuan yang bercabang. Ia beragumen bahwa ada tiga sumber yang dapat dibedakan dari kontrol yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini di dalam organisasi: pasar, birokrasi, dan klan.

1. Pasar.

Kontrol pasar mengambil tempat melalui kompetisi. Ketika organisasi ikut serta  di dalam pasar bebas, harga dan keuntungan dapat di gunakan untuk mengevaluasi dan mengontrol  pelaksanaannya. Didalam persaingan, harga dianggap sebagai indikator dari pelaksanaan ekonomi karena diasumsikan bahwa perbandingan dari harga dan keuntungan diantara pesaing  dalam pasar bebas dapat menunjukan evaluasi dari efisiensi  mereka. Misalnya, organisasi yang mempunyai pengeluaran lebih rendah dapat diperkirakan menghasilkan harga yang lebih rendah dan dapat berkompetisi lebih efektif. Ada kemungkinan lain yaitu dengan secara konsisten mendukung produk atau pelayanan sebagai  nilai yang terbesar organisasi daripada  pesaing mereka yang menaikan harganya. Kedua kondisi ini memberikan kontribusi pada keuntungan organisasi.

Kontrol pasar dapat juga digunakan dalam level unit dengan menciptakan pusat keuntungan (profit center), yang di dalamnya ada divisi-divisi dari organisasi multi-divional. Ini adalah bentuk dari simulasi kontrol pasar yang didalamnya ada organisasi  membolehkan unitnya untuk melakukan pertukaran ekonomi. Ini terjadi, sebagai contoh, ketika satu divisi menjual produknya kepada unit yang lain. Di pasar internal, transfer harga membolehkan sistem akuntansi menghitung keuntungan yang di dapat unit, sesuai dengan cara yang sama untuk menghitung keuntungan seluruh organisasi. Di dalam kasus kompetisi yang nyata dikenal cara dengan membolehkan divisi untuk membeli input dari supplier luar ketika sumber internal tidak punya harga yang kompetitif, atau untuk menjual hasil kepada pelanggan external ketika pelanggan menawarkan harga yang lebih baik daripada pelanggan internal.

Strategi kontrol pasar hanya efektif ketika organisasi atau unit produksi produk atau pelayanan dapat didefinisikan dan diberi harga, dan ketika kompetisi (simulasi atau nyata) terjadi pada hasil, ini akan membuat harga menjadi bermakna. Tanpa perbandingan, harga tidak dapat mengindikasikan efisiensi internal, karena disana tidak ada kemungkinan perbandingan dengan perusahaan atau dengan unit lainnya. Ketika tidak ada kompetisi dan karena itu tidak ada pasar, harga secara umum akan menjadi melambung seperti  disituasi yang bersifat monopoli. Ketika kompetisi tidak terjadi, atau tidak dapat disimulasikan secara efektif, mekanisme kontrol lain harus dapat ditemukan. Sebagaimana Ouchi menyarankannya, ketika pasar gagal secara umum organisasi berganti kepada birokrasi.

2. Birokrasi

Birokrasi menyandarkan diri kepada kombinasi dari aturan-aturan, prosedur, dokumentasi, dan pengawasan pada pencapaian kontrol. Fokus dari sistem birokrasi berdasar pada  penstandardan/pembakuan perilaku. Daripada menghargai respon unit terhadap tekanan pasar, birokrasi menghargai individu untuk ketaatannya terhadap peraturan dan tata tertib. Kontrol birokrasi tergantung pada existensi dari hirarki legitimasi dari otoritas kepada pengelolaan mekanisme birokrasi.

Di sistem kontrol birokrasi, dasar mekanisme dari kontrol ini adalah pelibatan pengawasan yang ketat dan langsung pada subordinat oleh atasan (superior) mereka. Aturan secara umum menggambarkan proses pertemuan antara standard dari output yang disempurnakan  dengan kualitas. Pengawas dan manajer memperkirakan sampai dimana tingkatan aturan dan prosedur dapat diikuti oleh anggota organisasi.  Perbedaan antara peraturan dan mekanisme harga dari  sistem kontrol pasar adalah ketika harga melibatkan perbandingan nilai dari output yang dihasilkan oleh pembeli yang bervariasi atau penjual, padahal aturan lebih atau kurangnya memenuhi standard. Mekanisme harga (pricing) tidak memerlukan intervensi, dimana dengan aturan, seorang manajer harus menata standard, mengobservasi pelaksanaan, dan mengevaluasinya agar supaya menentukannya jika pelaksanaannya memuaskan. Fungsi manajemen ini adalah mahal harganya, sehingga kontrol pasar lebih efisien dari pada kontrol birokrasi. Meskipun, sejak kondisi untuk harga ini tidak ditemukan  banyak organisasi, penawaran birokrasi adalah penting dan dapat digunakan sebagai alternatif.

Ada kecenderungan untuk mengassosiasikan kontrol birokrasi dengan sektor publik dan organisasi non profit karena tipe organisasi ini, normalnya tidak bertemu dengan kompetisi. Bagaimanapun juga, banyak sektor publik dan organisasi non-profit mencari jalan untuk memasukan mekanisme kontrol pasar ke dalam operasi mereka. Misalnya, ide dari sekolah untuk berkompetisi tetap diantara sekolah-sekolah yang ada di komuniti. Ini menunjukkan bahwa birokrasi akan mencapai efisiensi yang besar jika diasosiasikan dengan mekanisme kontrol pasar untuk mendapatkan kualitas yang terbaik.

Ketika lingkungan bersifat kompleks dan berubah sangat cepat, serta ketidakpastian dan ambiguitas dalam tingkat konsekuensinya yang tinggi, birokrasi akan tidak bertemu dengan kebutuhan kontrol dari organisasi. Demikian juga ketika tindakan pengawasan sulit  untuk membatasi pengertian dari perilaku yang menghasilkan output, bentuk perilaku dari kontrol adalah tidak sesuai, maka kontrol output akan tidak efektif pula. Dalam kejadian ini, maksud rasional dari kontrol adalah mekanisme pasar atau birokrasi tidak akan berhasil, dan organisasi harus tergantung pada sistem sosial untuk membatasi fragmentasi dari tujuan dan kekacauan. Ouchi beragumen bahwa klan mendukung kontrol dalam keadaan ini.

 

3. Klan

Nilai kultural, norma, dan harapan menyediakan mekanisme utama dari kontrol kepada organisasi yang menggunakan kontrol klan. Seperti sistem  membutuhkan sosialisasi dari anggota baru karena mekanisme kontrol klan adalah sangat halus hingga pendatang baru tidak selalu menyadarinya. Sekali disosialisasikan, bagaimanapun juga anggota melakukan kontrol internal karena mereka dikomitmenkan kepada tujuan dan praktek dari organisasi. Kontrol klan berdasarkan pada pemahaman implisit dari nilai-nilai dan keyakinan yang menunjukan arah dari perilaku dari anggota. Norma dan nilai dari organisasi mendefinisikan batasan perilaku yang pantas dan menjustifikasikan perilaku yang menyetujui bahwa hal itu tidak mempertimbangkan kesesuaian dalam sistem. Ini juga representasi dari level; kejujuran yang tinggi dari komitmen kepada sistem dari sebagian anggota yang secara terus-menerus mengorbankan sebagian atau semuanya kepentingan menjadi anggota yang disosialisasikan oleh klan.

Organisasi dengan jumlah profesional yang banyak adalah contoh dari kontrol klan karena para profesional disosialisasikan kepada norma dan harapan dari profesi mereka dengan tingginya, dan komitmen profesional mereka, dan perhatian kepada reputasi mereka dalam profesi, membantu untuk mengkontrol perilaku mereka. Bagaimanapun juga komitmen profesional dapat membagi dari kepentingan organisasi, dan ketika ini bekerja, hampir semua profesional akan membebaskan kepentingan organisasi agar supaya mengingat kepada kepentingan dari profesi mereka.

Klan yang dikontrol organisasi sering membangun strategi penyeleksian dan kenaikan jabatan  yang merefleksikan nilai-nilai top manajemen. Sekali ini disempurnakan, pengawasan akan menjadi tidak perlu karena nilai-nilai personal akan membiarkan pekerja melakukan apa yang organisasi inginkan dan harapkan tanpa pengeluaran yang diassosiasikan dengan mekanisme kontrol birokrasi. Bagaimanapun juga, jangan terlalu melihat efek yang berpotensi membahayakan yang membahayakan strategi kultur, seperti peningkatan potensi untuk pemikiran group (kepastian untuk menantang ide yang satu dengan yang lain dan menutup jalan yang sulit) dan pemaksaan inovasi. Efek ini akan terjadi ketika pekerja melihat sesuatu yang terlalu indah, seperti cara yang sama ketika top manjemen dipromosikan.

Ouchi mengobservasi bahwa semua organisasi adalah kombinasi dari strategi tiga kontrol yang ia buat garis besarnya, tetapi masing-masing organisasi mempunyai kebaikan. Ouchi menggunakan tendensi ini untuk mengkarakterkan perbedaan organisasi. Ia kemudian menyarankan bahwa tipe kontrol organisasi lebih suka memprediksi keluasan dimana ini akan membutuhkan sistem sosial yang dibuat secara canggih  atau sistem informasi yang  baik.  Ia memberikan pernyataan bahwa organisasi yang dikontrol klan membutuhkan hampir semua sistem sosial yang dikembangkan dengan canggih (sistem kultural) selama pasar dikontrol organisasi membutuhkan paling sedikit, dengan birokrasi ada diantara keduanya. Dengan memberi hormat pada sistem informasi, Ouchi mengklaim bahwa lawan dari pegangan hubungan (the opposite realtionship holds) – pasar yang dikontrol oleh organisasi membutuhkan hampir semua sistem informasi yang mempertimbangkan kecanggihan untuk melacak harga dan keuntungan, selama klan dikontrol organisasi membutuhkan aktivitas paling banyak semacam ini. Lebih lanjut, birokrasi jatuh pada middle range. Tentu, semua organisasi akan mempengaruhi sistem sosial dan informasi, tapi tingkat dari kepercayaan mereka tergantung dari pembangunan dari sistem ini akan merubah dengan tipe dari sistem kontrol yang mereka pilih.

Dengan idenya tentang klan, Ouchi mengenalkan ide dari penggunaan kultur organisasi sebagai sistem kontrol. Dalam garis besarnya, debat antara simbolinpretatif dan peneliti modern melihat kemungkinan mengelola kultur (the possibility of managing culture).  Para ahli teori organisasi post-mo turut serta dalam debat ini dengan menguji implikasi dari praktek manajemen kultur (kontrol) dari presoektif kritik.

Analisa dan Kesimpulan

Dari ketiga teori kontrol masa modern diatas, pengaruh kebudayaan sebagai suatu sistem nilai dalam suatu organisasi modern amatlah kuat. Tidak dipungkiri, nilai-nilai yang diacu bersama dalam suatu organisasi modern menjadi model bagi seluruh anggotanya. Dan ini juga berfungsi sebagai suatu sistem kontrol yang kuat bagi organisasi. Sesungguhnya pola seperti ini adalah pola yang ada dalam suatu organisasi atau kelompok sosial yang bersifat tradisional, namun analisa budaya ini menurut saya masih bisa dilihat dalam konteks modern.

Kemudian saya jadi teringat teori solidaritas mekanik dan organik milik Durkheim. Durkheim mengatakan bahwa suatu organisasi sosial mempunyai 2 tipe solidaritas, yaitu mekanik dan organik. Mekanik solidaritas yang bersifat fungsional – semua berjalan dan berhubungan karena fungsinya – bergerak secara mekanikal, sehingga jika ada satu yang tidak berjalan sempurna maka akan mempengaruhi semuanya. Jadi kesadaran solidaritas mekanik adalah kesadaran solidaritas yang dibangun atas kepentingan tujuan yang sama. Berbeda dengan mekanik, solidaritas organik berdasarkan solidaritas yang bersifat transedental – yang dibangun atas kesadaran rasa kebersamaan atau ideologi yang sama. Contoh organisasi solidaritas mekanik adalah suatu perusahaan, yang bergerak secara serantak untuk suatu tujuan produksi yang sama. Sedangkan contoh organisasi solidaritas organik adalah kelompok-kelompok organisasi yang berbasiskan kedaerahan, keluarga, misalnya sistem klan atau paguyuban. Ada plus minusnya dimasing-masing tipe organisasi ini.

Dalam konteks sistem kontrol organisasi – solidaritas mekanik memang sangat kuat untuk mengontrol anggotanya (atau pekerjanya) karena berkaitan dengan sistem produksi atau target yang harus dikejar. Berbeda dengan sistem kontrol organisasi solidaritas organik yang bersifat longgar, yang mendasarkan kepada kepercayaan anggotanya. Dalam teori kontrol modern yang dikemukakan oleh Mary Jo Hatch diatas, sesungguhnya ingin mengedepankan sistem kontrol organisasi yang bersifat mekanik & terukur namun dengan cara-cara yang organik. Mengapa ? karena jika dalam solidaritas organik semua bekerja atas kesadaran dan ideologi yang sama. Bukan lagi kepentingan tapi ideologi yang sama.