Adi Prasetijo

Banyak kajian yang membicarakan tentang wacana kekuasaan. Mulai dari yang bersifat material atau fisik, seperti dalam referensi yang mennggunakan Marx, atau juga yang bersifat simbolik, seperti yang dikemukakan oleh Gramsci

Konsep Wolf tentang ‘power’ (kekuasaan) adalah didasarkan teori yang dibangun oleh Nietzsche. Nietzsche mengembangkan teorinya tentang kekuasaan atas dasar bahwa naluri dasar manusia bahwa manusia adalah mahkluk hewani yang saling menyerang dan saling menguasai demi teritori wilayahnya. Untuk itu maka Nitsche mengembangkan teori kekuasaan yang ada dalam hubungan antar manusia. Perasaan untuk menguasai itu yang disebut oleh Nietzsche sebagai sifat dominasi manusia. Bagi Nietzsche kekuasaan kadang sulit dideteksi karena seseorang melakukan sesuatu atas dorong seseorang tanpa menyadarinya. Atas pemahaman tersebut kemudian Wolf mengambangkan bangunan teorinya tentang konsep kekuasaan.

——-

Pemikiran Wolf tentang kekuasaan ini sebenarnya ingin mencoba menjembatani antara konsep kekuasaan yang bersifat materialist yang dibangun oleh Marxist dan sistem simbolik, dimana menurut Wolf, ada ketidakselesaian pembahasan yang dilakukan oleh kedua aliran ini. Menurut Wolf lagi bahwa konsep kekuasaan yang dibahas oleh materialist terlalu menyederhanakan bentuk kekuasaan dalam bentuk yang selalu terlihat karena memang selalu dikaitkan dengan hubungan antara kebutuhan manusia dan alamnya. Cara-cara ini menurut Wolf sangat mengabaikan apa yang membuat orang berpikir dan menyadari dengan cara-cara yang mereka lakukan. Tingkat kesadaran atas apa yang dilakukan oleh manusia sendiri dianggap kurang. Demikian pula dalam pendekatan simbolik. Dalam pendekatan simbolik, fokus terbentuknya simbol dalam pikiran manusia yang kemudian menciptakan cultural mind-set dan menjadi rujukan dalam melakukan tindakan. Tapi menurut Wolf, pendekatan simbolik ini mempunyai kelemahan dalam melahirkan pemahaman manusia sebagai aktor yang aktif dalam menanggapi lingkungannya. Menurutnya pendekatan simbolik ini dibangun tanpa mengacu pada keterlibatan manusia sebagai bagian dari suatu sistem organisasi (Wolf menyebutnya sebagai ‘corporeal agent’) yang melambangkan keinginan manusia. Bagi Wolf, pendekatan simbolik jarang memberikan pemahaman kepada kita tentang siapa yang melambangkan apa dan untuk siapa skema simbolisasi tersebut memiliki validitas dan fungsi. Dalam konteks ini sebenarnya Wolf ini mempertajam aspek siapa sesungguhnya berhak memberikan otoritas dalam memberikan makna atas simbol tertentu. Menurut Wolf, pendekatan simbolik gagal memberikan pemahaman tentang bagaimana sesungguhnya kekuasaan itu bekerja dalam masyarakat karena menerimanya sebagai sesuatu yang take it for granted sebagai cultural mind-set.

Wolf kemudian memberikan argumen-nya bahwa sesungguhnya kekuasaan bekerja tidak hanya dalam level individu tetapi juga dalam level stuktural, yang merujuk kepada kemampuan untuk mengelola posisi atau status dalam hubungan sosial. Posisi atau status sosial tersebut diperjuangan secara strategis dari hasil mengelola kekuasaan untuk mengontrol perilaku dengan mengatur akses terhadap sumberdaya alam dan sosial. Ia menyebutnya sebagai “by governing access to natural and social resources”.

Structural kekuasaan bagi wolf tidak hanya suatu proses yang menghasilkan dampak yang nyata tetapi juga suatu pekerjaan yang sifatnya simbolik. Suatu proses yang ia sebut sebagai suatu pekerjaan simbolik (symbolic work). Wolf mengatakan bahwa ada proses untuk mengkontruksikan pemahaman bahwa segala sesuatunya adalah berjalan dengan apa adanya. Simbolik work bekerja dibalik layar untuk memastikan bahwa proses semua ini adalah proses yang normal atau disebut Wolf sebagai “things are what I say they are”.

——–

Simbolik kekuasaan menjadi penting bagi Wolf karena posisi dominan atau ‘ruling class’ dalam hubungan sosial menurutnya tidaklah dalam posisi yang stabil. Menurutnya kemampuan seseorang untuk melakukan mendiktekan definisi dan menentukan batas-batas apa yang boleh dan apa yang tidak akan selalu tantangan. Pemahaman Wolf tentang ini jika kita lihat sangat kuat bahwa dia menggunakan konsep yang digunakan oleh Bourdieu tentang habitus. Habitus sendiri menurut Bourdieu adalah suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah (durable, transposible disposition) yang berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara obyektif. Habitus tersebut mengacu pada sekumpulan disposisi yang tercipta dan terformulasi melalui kombinasi struktur obyektif dan sejarah personal. Disposisi diperoleh dalam berbagai posisi sosial yang berada dalam suatu arena dan mengimplikasikan suatu penyesuaian subyektif terhadap posisi itu. Habitus adalah struktur mental atau kognitif yang digunakan pelaku untuk menghadapi kehidupan sosial. Pelaku dibekali serangkaian skema atau pola yang diinternalisasikan yang mereka gunakan untuk merasakan, memahami, menyadari dan menilai dunia sosial. Melalui pola-pola itulah pelaku memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Habitus mencerminkan pembagian obyektif dalam struktur kelas seperti umur, jenis kelamin, kelompok dan kelas sosial.

Pekerjaan simbolik ini yang menurut Wolf bekerja dengan menggunakan ideologi atau ‘system of idea’ sebagai alatnya. Wolf melihat gagasan menjadi dasar proses kekuasaan yang penting karena gagasan menurutnya melingkupi atau mendasari dari suatu kontruksi mental suatu kelompok. Dengan memandingkan 3 kasus yang berbeda, yaitu masyarakat Kwakiutl, the Aztecs, dan Nazi Germany, Wolf dapat mengambil kesimpulan bahwa ada konfigurasi yang sama dalam penanaman proses pengideologian. Wolf melihat peran budaya menjadi sangat kental dalam peranan ini. Ia melihat budaya sebagai suatu alat kekuasaan. Pemahaman itu datang berdasarkan pemikirannya bahwa budaya adalah suatu proses yang tidak selesai dimana budaya adalah suatu bentuk respon atau tanggapan terhadap sesuatu yang determinan. Maka dari itu bentuk kekuasaan akan selalu dalam bentuk kontruksi dan rekontruksi terus menerus. Ia melihat bahwa seorang individu mempunyai kekuatan untuk memberikan tanggapan atas stuktur dominasi yang dihadapinya.

——-

Ideologi sendiri bagi Wolf adalah suatu skema khusus yang dibuat oleh orang atau kelompok yang mempunyai kekuasaan untuk mendukung bekerjanya kekuasaan. Ideologi disini kemudian berperan untuk menstabilkan antara ‘signifiers’ dan ‘signified’, pemberi simbol dan penerima simbol. Ideologi dalam kekuasaan mempunyai peran untuk memberikan makna atas sesuatu dalam satu versi yang akan memberikan arti yang selalu benar, bermanfaat, dan selalu cantik. Dilain sisi ideologi disini mempunyai menolak pemahaman lain yang mempertanyakan kebenaran, keberhasilan dan kebaikan dari paham yang ditanamkan itu. Wolf dalam konteks ini memahami ideologi sebagai konfigurasi. Untuk itu kemudian Wolf menyarankan mencari inti pemaknaan (signification) dan proses muncul dan bekerjanya simbol (Wolf menyebutnya sebagai symbolic production) dalam hubungan sosial yang menurutnya sangat mempengaruhi mode of production, sistem mobilisasi dan penyebaran tenaga kerja sosial (social labor). Bagi Wolf social kekuasaan yang ada dalam hubungan sosial tersebut kemudan akan terlihat dalam simbol-silmbol yang diperlihatkan (‘becomes imprinted in symbols’) dalam kebudayaan masyarakat tersebut.

Wolf juga melihat bahwa sesungguhnya proses dominasi dalam masyarakat selalu terjadi dalam proses yang tidak disadari oleh masyarakat itu sendiri melalui proses yang dia sebut sebagai penanaman ideologi. Proses itu dapat terjadi karena inti model masyarakat yang berwujud pada mode of production, yang berorientasi pada economic values yang dihasilkan dari surplus production. Penanaman ideologi selalu akan terjadi antar klas yang berbeda yaitu kelas pemilik modal dan kelas pekerja. Dalam konteks ini, Wolf melihat budaya dalam konteks Wolf selalu dilihat sebagai proses persemaian ideologi (seedback of ideologies). Wolf kemudian menjelaskan bahwa proses dominasi kelas yang berbeda bekerja melalui proses kontrol kelompok, propeti dan produksi dimana dilakukan melalui hegemoni budaya diciptakan dirutinkan. Dalam konteks ini maka budaya ada dalam konteks hubungan kekuasaan yang bersifat tidak netral dan hubungan sosial selalu dalam kaitan siapa mengontrol apa dan siapa. Dengan membandingkan 3 kasus masyarakat yang berbeda yaitu Kwakiutl, Astec, dan Nazi- German, Wolf kemudian memperlihatkan bahwa proses pendominisian kelas juga jauh ke dalam hingga melalui proses kosmologi yang ia anggap sebagai proses yang bersifat institusional.

—–

Kekuasaan bagi Wolf ada dalam struktur hubungan masyarakat yang sifatnya tidak seimbang. Hubungan orang yang menguasai dan orang dikuasai adalah sesuatu hubungan yang terjadi dalam hubungan sosial masyarakat. Ia melihat demikian didasarkan atas pemahaman dari Marx, yang melihat bahwa inti dari masyarakat adalah hubungan yang dibangun atas dasar mode of production. Mode of production bagi Wolf tidak sebagai suatu sistem pencaharian atau system of labor tetapi ia adalah sebagai suatu sistem hubungan sosial anggota masyarakat didalamnya yang menyeluruh memberikan masyarakatnya acuan dalam bekerja. Mode of production tersebut menurut Wolf dibangun secara historik dan menyangkut didalamnya adalah sistem pengetahuan, kemampuan (skill), alat (tool) dan organisasi sosial yang dibangun oleh masyarakat tersebut. Oleh karena itu dalam pandangan Wolf, sangatlah penting untuk memahami bentuk mode of production suatu masyarakat jika kita ingin mengetahui seperti apakah suatu masyarakat itu.

Untuk memperjelas penjelasan tentang mode of production, wolf membagi mode of production dalam 3 bentuk; yaitu bentuk mode of production kekerabatan (kin ordered), model cabang atau tributary (tributary ordered), dan model capitalist. Ketiga model mode of production ini merujuk kepada bentuk-bentuk masyarakat dari yang paling sederhana hingga yang paling maju. Dalam model kin ordered misalnya, ia menjelaskan bahwa sistem dominasi paling sederhana dibangun atas dasar sistem kekerabatan, jabatan, atau sistem gender. Sifatnya lebih cenderung internal dalam group. Kemudian model tributary adalah model yang merujuk kepada kepada pola hubungan pendominasian yang mengacu kepada hubungan ekspansif kepada kelompok lain. Hubungan yang lebih kepada pemanfaatan tujuan produksi oleh para politisi dan militer untuk kepentingan ekspansif. Dan kemudian model capiltalis dimana fokus dari model ini bagaimana pemanfaatan tenaga kerja demi akumulasi modal yang dipunyai. Dalam model kapilitais ini, model yang digunakan adalah model yang lebih maju karena bagaimana mendistribusikan kekuasaan untuk mengatur tenaga kerja. Namun pada dasarnya melihat penjelasan Wolf tentang mode of production adalah pola hubungan dominasi dalam social organisasi.

Berkaitan dengan hal tersebut, Wolf kemudian memperlihatkan bagaimana kekuasaan bekerja dalam hubungan sosial. Wolf melihat kekuasaan bekerja dalam 4 cara yaitu secara individual atau atribut yang dimiliki oleh seseorang sebagai potensi atau kapabilitas namun tidak digunakan. Kemudian yang kedua adalah kekuasaan yang dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk dapat menekan seseorang dalam hubungan interpersonal. Yang ketiga adalah kekuasaan yang dapat mengontrol setting atau mengoperasikan setting kondisi interaksi sosial manusia yang ada didalamnya sehingga mengikuti kehendak orang yang mempunyai kekuasaan. Wolf menyebutnya sebagai taktital kekuasaan atau organizational kekuasaan. Kemudian yang terakhir adalah structural kekuasaan yaitu kekuasaan yang tidak hanya mengoperasikan tetapi mengorganisasikan atau mengorkestrasikan setting itu sendiri, dan lebih khususnya mendistribusikan dan mengatur flow energy dari kekuasaan tersebut.

Wolf menilai bahwa kekuasaan keempat ini adalah kekuasaan yang menurut Marx adalah kekuasaan capital untuk memanfaatkan dan mengalokasikan kekuataan tenaga kerja, dan merupakan yang menurut Foucoult sebagai kekuasaan sebagai kemampuan untuk menstrukturkan arena tindakan yang dilakukan oleh orang lain atau “to structure the possible field of action of others”. Jadi pada dasarnya kemudian Wolf menggunakan definisi ini sebagai struktural kekuasaan yang berkaitan dengan “the social relation of production” dimana definisi ini menekankan kepada kegunaan kekuasaan untuk menempatkan dan mengalokasikan tenaga kerja dan modal kapital sosial.